Lamandau-Kalteng, Gema Nusantara.
Nampaknya perusahaan perkebunan kelapa sawit mempunyai power
yang kuat dengan adanya dukungan Pemerintah terhadap investor berkantong tebal,
dan dalam memberikan peluang ijin investasi sangat mudah, memberikan aturan
yang jelas, resikonya berdampak menjadi penderitaan masyarakat suku Dayak
Pedalaman Lamandau Kalteng berkepanjangan.
Bagi pihak perusahaan dalam menjalankan usaha salah satu
contoh, dalam memperluas lahan kebun. Apa bila pembukaan lahan yang tak
habisnya, kawasan hutan sumber perekonomian yang potensial bagi masyarakat adat
akan ludes. Misalnya, lahan pertanian masyarakat yang diolah secara turun
temurun akhirnya akan habis. Satwa langka yang dilindungi UU tidak adalagi
tempat bersembunyi, dan dengan sendirinya akan punah karena kehabisan tempat
tinggal akibat perkebunan kelapa sawit yang selalu tanpa kompromi dalam hal
membabat hutan
Masyarakat miskin seakan terjajah, karena sudah termakan
bujukan rayu investor untuk menjual /ganti rugi lahan garapan miliknya,
akhirnya jadi kuli perusahaan perkebunan dengan upah yang tidak memadai. Sangat
masuk nalar, karena selama ini sudah membudaya mengais rezeki dari hasil alam
dan tanaman–tanaman tradisional seperti: Rota, getah dan damar yang diambil
dari hutan
Separti halnya yang terjadi di Desa Nanuah, Desa Melata,
Desa Topalan, Desa Batu Ampar di Kecamatan Mantobi Raya, dan Desa Padongatan,
Desa Sungkup, Desa Nanga Koring, Desa Toka dan Desa Sepondam di Kecamatan Bulik
Timur, Kabupaten Lamandau Kalimantan Tengah (Kalteng).
Hutan Potensi Desa di wilayah Hukum Desa mereka terbabat
habis, bahkan Desanya pun terancam tergusur oleh Perusahaan PT. Tanjung Sawit
Abadi dan PT. Sawit Multi Utama, yang terkesan mengobral janji– janji palsu
kepada masyarakat sampai sekarang berupa kebun Plasma yang dijanjikan belum
terealisasi.
Padahal dalam janji
sewaktu sosialisasi awal yang direncanaannya membantu masyarakat setempat untuk
membangun infrastruktur dan sarana–prasarana semacam jalan, tempat ibadah, dan
lainnya. Tetapi fakta dilapangan, sejak tahun 2006 sampai sekarang belum ada 40
% yang terealisasi dari 13 poin janji perusahaan terhadap masyarakat setempat
yang termuat dalam MoU kedua belah pihak.
Sebagaimana yang diutarakan oleh salah satu tokoh masyarakat
Desa Nanuah yang tidak mau disebutkan namanya, “sampai sekarang 13 poin janji
Perusahaan yang ada di dalam MoU terutama masalah pembangunan kebun Plasma
kelapa sawit masih belum terealisasi. Jadi, masyarakat seperti kami di Desa terpencil seperti ini seakan kena
tipu” ungkapnya waktu ditemui di daerah Land Clearing (LC) perusahaan kemarin.
Praktek bisnis dalam dunia investasi perkebunan nampaknya
sangat menguntungkan bagi pembisnis dan oknum tertentu saja. Nilai-nilai
tradisi budaya kearipan lokal yang
dijunjung tinggi sekarang
terinjak-injak, ekonomi masyarakat diabaikan demi memperkaya diri sendiri.
Sewaktu wartawan Gema Nusantara bersama Tim Investigasi
Lembaga Gerakan Anak Borneo, yang sangat tidak puas dengan kejadian seperti ini
berupaya mengkonfirmasikannya terhadap perusahaan terkait, namun tidak pernah ketemu
petinggi pihak perusahaan ini, akhirnya mengkonfirmasikannya lewat telepon
seluler kepada kepala Land Clearing, Jamhari. ironisnya, kepala LC ini
mengarahkan lagi ke kantor pusat mereka di Pangkalan Bun setelah menerangkan
“pihak perusahaan bersedia membukakan kebun Plasma untuk Desa setempat dengan
catatan sesuai dengan jumlah warga yang ada berdomisili di Desa tersebut.”
Ungkap kepala LC yang sering dipanggil Ujang ini.
Sedangkan hasil investigasi dari Gema Nusantara, jumlah
anggota koperasi Plasma Batu Bediri Macan Kasah di Desa Nanuah sebanyak 500 KK,
dengan perincian lahan seluas 1000 hektar. Disini terlihat jelas ketidak
singkronan atara pejabat desa, ketua
Koperasi sebagai badan usaha serta petinggi perusahaan, sehingga menjadi
polemik terhadap beberapa kalangan masyarakat termasuk warga desa tetangga yang
ada disekitar wilayah perkebunan.
Menurut salah satu Aktivis LSM Gerakan Anak Borneo (GAB),
Wahyudi Noor, banyak hal yang perlu disikapi “yang saya lihat selama ini,
banyak perusahaan perkebunan bersikap arogan terhadap masyarakat kecil, apalagi
terhadap masyarakat yang buta hukum, PBS tidak segan-segan menunjukan power
mereka.
Tapi kami dari LSM GAB tak perduli apapun itu, jika memang
sudah data A1, terbukti adanya pencaplokan, penyerobotan kawasan Hutan ataupun
ada unsur Korupsi, Kolusi, dan sejenisnya, pasti akan kami laporkan ke pihak
yang berwenang sesuai dengan Delik Hukumnya.” Tegas Wahyu beberapa waktu lalu.
Dan pada saat Wartawan Gema Nusantara konfirmasikan kepada salah satu Anggota DPRD
Kabupaten Lamandau mengatakan bahwa Perusahaan Kelapa Sawit PT.Tanjung Lingga
Group semuanya membuka lahan di luar HGU.
Misi Pemerintah untuk memajukan perekonomian masyarakat
terkesan gagal. Disinyalir, Kebijaksanaan yang ada hasil dari produk Hukum ternyata
hanya menguntungkan segelintir elit Politik dan para penanam modal, berdampak
menjadi persaingan tidak sehat, akhirnya masyarakat adat di daerah pedalaman
yang jadi korban. (lino)
No comments:
Post a Comment