English French German Spain Italian Dutch Russian Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Translate

Tuesday, January 24, 2012

Perkebunan Kelapa Sawit ingkar janji


Lamandau-Kalteng, Gema Nusantara.
Nampaknya perusahaan perkebunan kelapa sawit mempunyai power yang kuat dengan adanya dukungan Pemerintah terhadap investor berkantong tebal, dan dalam memberikan peluang ijin investasi sangat mudah, memberikan aturan yang jelas, resikonya berdampak menjadi penderitaan masyarakat suku Dayak Pedalaman  Lamandau Kalteng  berkepanjangan.
Bagi pihak perusahaan dalam menjalankan usaha salah satu contoh, dalam memperluas lahan kebun. Apa bila pembukaan lahan yang tak habisnya, kawasan hutan sumber perekonomian yang potensial bagi masyarakat adat akan ludes. Misalnya, lahan pertanian masyarakat yang diolah secara turun temurun akhirnya akan habis. Satwa langka yang dilindungi UU tidak adalagi tempat bersembunyi, dan dengan sendirinya akan punah karena kehabisan tempat tinggal akibat perkebunan kelapa sawit yang selalu tanpa kompromi dalam hal membabat hutan
Masyarakat miskin seakan terjajah, karena sudah termakan bujukan rayu investor untuk menjual /ganti rugi lahan garapan miliknya, akhirnya jadi kuli perusahaan perkebunan dengan upah yang tidak memadai. Sangat masuk nalar, karena selama ini sudah membudaya mengais rezeki dari hasil alam dan tanaman–tanaman tradisional seperti: Rota, getah dan damar yang diambil dari hutan
Separti halnya yang terjadi di Desa Nanuah, Desa Melata, Desa Topalan, Desa Batu Ampar di Kecamatan Mantobi Raya, dan Desa Padongatan, Desa Sungkup, Desa Nanga Koring, Desa Toka dan Desa Sepondam di Kecamatan Bulik Timur, Kabupaten Lamandau Kalimantan Tengah (Kalteng).
Hutan Potensi Desa di wilayah Hukum Desa mereka terbabat habis, bahkan Desanya pun terancam tergusur oleh Perusahaan PT. Tanjung Sawit Abadi dan PT. Sawit Multi Utama, yang terkesan mengobral janji– janji palsu kepada masyarakat sampai sekarang berupa kebun Plasma yang dijanjikan belum terealisasi.
 Padahal dalam janji sewaktu sosialisasi awal yang direncanaannya membantu masyarakat setempat untuk membangun infrastruktur dan sarana–prasarana semacam jalan, tempat ibadah, dan lainnya. Tetapi fakta dilapangan, sejak tahun 2006 sampai sekarang belum ada 40 % yang terealisasi dari 13 poin janji perusahaan terhadap masyarakat setempat yang termuat dalam MoU kedua belah pihak.
Sebagaimana yang diutarakan oleh salah satu tokoh masyarakat Desa Nanuah yang tidak mau disebutkan namanya, “sampai sekarang 13 poin janji Perusahaan yang ada di dalam MoU terutama masalah pembangunan kebun Plasma kelapa sawit masih belum terealisasi. Jadi, masyarakat seperti kami  di Desa terpencil seperti ini seakan kena tipu” ungkapnya waktu ditemui di daerah Land Clearing (LC) perusahaan kemarin.
Praktek bisnis dalam dunia investasi perkebunan nampaknya sangat menguntungkan bagi pembisnis dan oknum tertentu saja. Nilai-nilai tradisi budaya kearipan  lokal yang dijunjung tinggi  sekarang terinjak-injak, ekonomi masyarakat diabaikan demi memperkaya diri sendiri.
Sewaktu wartawan Gema Nusantara bersama Tim Investigasi Lembaga Gerakan Anak Borneo, yang sangat tidak puas dengan kejadian seperti ini berupaya mengkonfirmasikannya terhadap perusahaan terkait, namun tidak pernah ketemu petinggi pihak perusahaan ini, akhirnya mengkonfirmasikannya lewat telepon seluler kepada kepala Land Clearing, Jamhari. ironisnya, kepala LC ini mengarahkan lagi ke kantor pusat mereka di Pangkalan Bun setelah menerangkan “pihak perusahaan bersedia membukakan kebun Plasma untuk Desa setempat dengan catatan sesuai dengan jumlah warga yang ada berdomisili di Desa tersebut.” Ungkap kepala LC yang sering dipanggil Ujang ini.
Sedangkan hasil investigasi dari Gema Nusantara, jumlah anggota koperasi Plasma Batu Bediri Macan Kasah di Desa Nanuah sebanyak 500 KK, dengan perincian lahan seluas 1000 hektar. Disini terlihat jelas ketidak singkronan atara  pejabat desa, ketua Koperasi sebagai badan usaha serta petinggi perusahaan, sehingga menjadi polemik terhadap beberapa kalangan masyarakat termasuk warga desa tetangga yang ada disekitar wilayah perkebunan.
Menurut salah satu Aktivis LSM Gerakan Anak Borneo (GAB), Wahyudi Noor, banyak hal yang perlu disikapi “yang saya lihat selama ini, banyak perusahaan perkebunan bersikap arogan terhadap masyarakat kecil, apalagi terhadap masyarakat yang buta hukum, PBS tidak segan-segan menunjukan power mereka.
Tapi kami dari LSM GAB tak perduli apapun itu, jika memang sudah data A1, terbukti adanya pencaplokan, penyerobotan kawasan Hutan ataupun ada unsur Korupsi, Kolusi, dan sejenisnya, pasti akan kami laporkan ke pihak yang berwenang sesuai dengan Delik Hukumnya.” Tegas Wahyu beberapa waktu lalu. Dan pada saat Wartawan Gema Nusantara konfirmasikan kepada salah satu Anggota DPRD Kabupaten Lamandau mengatakan bahwa Perusahaan Kelapa Sawit PT.Tanjung Lingga Group semuanya membuka lahan di luar HGU.
Misi Pemerintah untuk memajukan perekonomian masyarakat terkesan gagal. Disinyalir, Kebijaksanaan yang ada hasil dari produk Hukum ternyata hanya menguntungkan segelintir elit Politik dan para penanam modal, berdampak menjadi persaingan tidak sehat, akhirnya masyarakat adat di daerah pedalaman yang jadi korban. (lino)

No comments:

Post a Comment